LUWU UTARA, SAWIT INDONESIA – Petani sawit yang tergabung dalam Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) mengecam tuduhan bahwa perkebunan sawit menjadi penyebab banjir bandang di Luwu Utara, Sulawesi Selatan. Yang perlu diluruskan, perkebunan sawit tidak berlokasi di bantaran atau hulu sungai. Dalam kondisi seperti ini, APKASINDO menyayangkan pernyataan yang dikeluarkan kalangan LSM dan pihak terkait yang menuduh perkebunan sawit sebagai penyebab banjir di Luwu Utara pada tahun ini.

“Tidak ada banjir di Luwu Utara akibat perkebunan sawit. Saya sudah minta Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) untuk mengklarifikasinya. Justru, teman-teman petani sawit disini aktif membantu para pengungsi memberikan bantuan dan tempat penampungan, ” kata H. Rafiudin, Ketua DPD Kabupaten Luwu Utara, dalam sambungan telepon.

Rafiudin menjelaskan bahwa tanaman sawit yang terbawa banjir sebenarnya bibit sawit milik penduduk yang digunakan untuk menyisip. Biasanya, bibit ditaruh di depan atau di samping rumah penduduk dan kemudian jika diperlukan untuk menyisip tanaman yang rusak, baru dibonceng naik motor menuju ke kebun. Di hulu sungai tidak ada kegiatan peremajaan sawit rakyat (PSR) Program Nasional BPDPKS (Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit). Memang ada kebun sawit tetapi posisinya bukan di bantaran atau hulu sungai dan kebun tersebut malah menjadi penyanggah karena sudah berumur tua.

Ada kebun yang diremajakan dan sangat jauh dari hulu sungai dan saat ini malah dijadikan sebagai tempat penampungan pengungsi dengan camp-camp darurat. Ada sekitar 1.500 hektare yang diremajakan sebagai program BPDPKS. Itupun lokasinya bukan di hutan namanyapun replanting, “jelas Rafiudin.

H.Badaruddin Puang Sabang, Ketua DPW APKASINDO Provinsi Sulsel menegaskan bahwa tidak benar perkebunan sawit berada di hulu sungai sebagai penyebab Banjir, sama sekali tidak benar. Dirinya langsung ditelepon Ketua Umum DPP APKASINDO dari Jakarta (15/07), Ir. Gulat Manurung, MP.,C.APO, untuk mengkonfirmasi isu yang beredar, yang kebetulan Pak Ketum sedang rapat di KSP Bina Graha dengan Ketua Dewan Pembina DPP APKASINDO, Bapak Moeldoko dan Deputi II KSP.

“Sejak awal bencana, saya langsung turun ke lokasi bencana dan berkoordinasi dengan pengurus Apkasindo Kab Luwu Utara untuk menyelidiki langsung informasi yang beredar. Dan saya pastikan bahwa PSR dan aktivitas kebun lainnya tidak benar sebagai pemicu banjir bandang ini”, ujar Badaruddin.

Sebagai bentuk simpati APKASINDO, sudah bergerak cepat membantu saudara kami yang kena bencana melalui partisipasi bantuan sembako dan obat-obatan. “Saya langsung memimpin kegiatan sosial ini, ini bagian misi sosial kami Apkasindo, jadi pejabat terkait tidak usah saling menyalahkan, fokus saja menolong masyarakat yang terdampak bencana sesuai tupoksiny,”kata Badaruddin.

Hal ini ditegaskan juga oleh Bupati Indah Putri Indriani saat meninjau titik longsor yang menyebabkan banjir bandang, Sabtu (18/7/2020), di desa Lero, Masamba. Bupati perempuan pertama di Sulsel ini meninjau titik longsor menggunakan motor.

“Kalau pun nanti ditemukan ada upaya pengrusakan hutan, maka pemerintah daerah akan menjadi bagian terdepan yang akan mengawal kasus tersebut hingga tuntas,” tegas Indah.

Meski begitu, ia menyebutkan, dugaan awal terjadinya banjir bandang adalah murni karena bencana alam, bukan karena adanya aktivitas alih fungsi lahan untuk perkebunan sawit atau lainnya. “Setelah mendengar informasi dan cek ke lapangan, untuk sementara bisa disimpulkan bahwa kejadian ini murni bencana alam, tapi kita masih tetap menunggu hasil penelitiannya,” ucap Indah.

Sementara itu, salah seorang warga desa, Aliyas (65), menyebutkan, sebelum kejadian, ada dua gunung yang mengalami longsor, yaitu gunung Lero dan Magandang. Menurut dia, longsor di dua gunung inilah yang mengakibatkan banjir bandang yang menerjang kota Masamba dan Radda beberapa hari yang lalu,” sebut dia. Terkait pembalakan hutan untuk menjadi lokasi penanaman kelapa sawit, Aliyas membantah hal itu.

Ia menerangkan bahwa titik terjadinya longsor memiliki kondisi yang sangat terjal dan sangat susah untuk diakses. “Titik longsor sangat terjal dan sangat susah akses ke sana. Jadi, jangankan kebun kelapa sawit, untuk kebun tanaman lainnya pun dari nenek moyang kami, belum ada yang pernah sampai ke daerah tersebut,” tegas dia.

Sebelumnya, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Doni Monardo, juga menyebutkan, kejadian banjir bandang kemarin faktor utamanya adalah curah hujan yang sangat tinggi selama dua hari, 12 dan 13 Juli 2020, sebelum bencana terjadi.

“Secara teknis, data yang kita kumpulkan masih belum lengkap, tapi paling tidak, kemungkinan faktor pertama adalah sudah pasti karena curah hujan yang sangat tinggi yang mengakibatkan air hujan sangat berlimpah saat itu,” kata Doni

 

Sumber: Sawitindonesia.com