Industri dan perkebunan kelapa sawit sebagai investasi padat modal terbukti sebagai penopang dan penggerak ekonomi daerah, termasuk salah satunya Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar), selain itu berperan besar dalam penciptaan lapangan kerja, terutama tenaga kerja berpendidikan rendah dalam jumlah besar.
“Sawit sebagai penopang ekonomi Kalbar itu tidak bisa dipungkiri. Jadi setelah masa keemasan kayu di Kalbar (sekarang) diganti sawit. Sebenarnya masih ada karet, tapi kan harganya tidak sebagus sawit. Walaupun saat ini harga TBS (tandan buah segar) juga anjlok,” kata Anggota Komisi XI DPR Michael Jeno di Jakarta, Kamis.
Pada era 1970-1980an, lanjutnya, perekonomian Kalbar sangat bergantung pada kayu atau sektor kehutanan, apalagi industri pengolahan kayu saat itu sangat maju, namun industri kayu tersebut didominasi oleh korporasi besar.
Hal itu, berbeda dengan sawit di mana masyarakat juga turut menikmati keuntungan dari kebun yang dimilikinya. Namun industri ini juga dikuasai korporasi besar,” kata anggota DPR Fraksi PDIP dari Dapil Kalbar ini.
Senada dengan itu Dekan Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura Gusti Hardiansyah menyatakan, pada era 1970-1980an Kalbar merupakan penghasil kayu, sehingga industri berbasis hasil hutan ini sangat dominan dalam menyumbang Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) daerah itu.
Namun seiring dengan menyusutnya pasokan kayu, tambahnya, perekonomian di Kalbar beralih dari sektor kehutanan ke budidaya perkebunan, terusama sawit.
Saat ini dari 14 juta ha luas daratan Kalbar, sekitar 1,5 juta ha merupakan kebun sawit yang mana sekitar 55 persen dikelola perusahaan besar nasional (PBN), sisanya dikelola BUMN yakni PTPN XIII dan rakyat. Sehingga mampu memberikan kontribusi sekitar 10 persen terhadap produksi CPO nasional.
Menurut Hardiansyah dalam 20 tahun terakhir, setidaknya ada empat kabupaten di Kalbar perkebunan sawitnya berkembang pesat yakni Kabupaten Landak, Sanggau, Sintang dan Ketapang.
“Seiring perkembangan perkebunan sawit di keempat kabupaten ini rakyatnya juga sangat sejahtera,” katanya.
Secara terpisah, Bupati Sintang Jarot Winarno mengatakan sektor perkebunan di daerahnya berkontribusi terhadap 22 persen PDRB Kabupaten Sintang. Kebun sawit di Sintang dikelola oleh 48 perusahaan dengan luasan tanam 180.000 ha dan sawit mandiri milik masyarakat seluas 6.000 ha.
Jarot mengaku sawit telah berkontribusi banyak terhadap masyarakat, terutama membuka isolasi daerah pedalaman, selain itu juga meningkatkan daya beli masyarakat di pedesaan.
Sementara itu untuk meminimalisir persoalan terkait dengan perkebunan sawit, pihaknya membentuk Forum Komunikasi Sawit Berkelanjutan (FKSB) yang beranggotakan wakil dari 48 perusahaan sawit yang ada di Sintang, LSM, petani sawit mandiri, koperasi, dan perwakilan Pemda Sintang.
Sumber: Antaranews.com