Indonesia menjadi raja sawit dan minyak nabati dunia karena konsep kemitraan. Tanpa kemintraan yang kokoh tidak mungkin sawit menjadi besar seperti saat ini.

Dengan luas lahan kelapa sawit mencapai 14 juta hektar, Indonesia menjadi raja kelapa sawit dan raja minyak nabati dunia. Dari jumlah itu, 43 persen lahan dikelola petani. Diperkirakan dalam jangka panjang kepemilikan petani sawit akan terus bertambah besar.

Hanya saja, tata kelola sawit rakyat masih menjadi pekerjaan rumah. Apalagi lahan petani swadaya yang akan terus meningkat. Di satu sisi, kemitraan menjadi satu model yang mengangkat sawit Indonesia menjadi berkembang. Namun di sisi lain, tidak sedikit konsep kemitraan yang dibangun antara petani dengan perusahaan tidak sejalan.

Demikian juga dengan program peremajaan sawit rakyat saat ini.Tidak sedikit hambatan dalam pelaksanaannya. Lantas bagaimana memecahkan masalah tersebut. Berikut wawancara Media Perkebunan dengan Profesor Bungaran Saragih. Menteri Pertanian era Presiden Megawati Soekarnoputri ini mengulas panjang lebar konsep kemitraan dan persoalan peremajaan sawit rakyat.

BAGAIMANA ANDA MELIHAT PERKEMBANGAN KELAPA SAWIT SAAT INI?

Kita bisa menjadi raja sawit dan raja minyak nabati dunia dimungkinkan karena konsep kemitraan. Kalau hanya perkebunan besar yang memiliki sawit barang kali sudah lama secara politis tidak populer baik dalam negeri maupun luar negeri. Tetapi dengan konsep kemitraan yang dimulai dengan NES dulu, kemudian dikembangkan dengan bermacam-macam pola Perkebunan Inti Rakyat (PIR), dan belakangan malahan dengan kebun petani swadaya, maka kita menjadi produsen dan eksportir sawit terbesar dan minyak nabati.

Dulu orang berpikir bahwa tidak mungkin petani diikutsertakan dalam bisnis sawit. Tetapi kita sebagai bangsa bahwa itu tidak ada masalah petani diikutkan ke dalam sawit. Dan memang itu hanya dimungkinkan kalau ada kemitraan dengan perkebunan besar. Tanpa perkebunan besar sangat sulit saya membayangkan petani bisa ikut di dalam menikmati tanaman yang luar biasa ini.

Kalau petani secara sendiri-sendiri tidak mungkin karena sawit itu tandannya harus diolah melalui pabrik yang besar. Tidak mungkin pabrik dimiliki para petani bahkan kelompok petani pun pada mulanya. Kalau sekarang barangkali bisa.

Sekarang ini petani sudah makin dominan dalam on farm dan pada masa yang akan datang peranan petani akan semakin besar. Kalau sekarang sekitar 43 persen dmiliki petani. 20 tahun yang akan datang bisa lebih besar petani daripada perkebunan besar dalam bentuk areal.

APA PENYEBABNYA?

Kalau perkebunan besar itu butuh puluhan ribu hektar.

Sedangkan saat ini tidak ada lagi tersedia tanah puluhan ribu hektar. Tapi kalau petani bisa mendapat tanah 5,10, 20 hektar di seluruh Indonesia. Oleh karena itu pertambahan sawit di masa yang akan datang itu lebih banyak petani. Tapi walau pun begitu supaya bisa bertahan petani harus terkait dengan perusahaan inti yang mempunyai pabrik.

Jadi kalau kita mau tetap menjadi raja sawit dan minyak nabati maka sistem kemitraan harus kita pelihara dan kita perbaiki. Sekarang sawit kita yang paling besar justru bukan yang dalam PIR, tapi justru petani swadaya.

Hanya saja kaitan petani swadaya dengan inti sangat lemah sekali. Ini yang harus dipikirkan. Kemitraan antara swadaya dengan inti sangat lemah. Karena yang ada kontrak dagang saja, jual beli tandan buah segar (TBS). Tidak ada komitmen untuk berbisnis bersama dalam jangka panjang yang selalu memperbaiki diri. Antara keduanya saling curiga satu sama lain. Padahal dalam kemitraan itu kan justru harus ada trust (kepercayaan). Kalau tidak ada itu tidak bisa.

MENURUT ANDA KONSEP KEMITRAAN MERUPAKAN SATU MODEL YANG TEPAT DALAM AGRIBISNIS DI INDONESIA?

Model membangun ekonomi agribisnis Indonesia adalah model kemitraan. Kita mau model kemitraan yang saling mempercayai. Model kemitraan yang berpikir jangka panjang. Model kemintraan secara bersama secara kreatif mencari solusi untuk lebih produktif dan efisien dipihak petani dan inti. Jangan kemitraan yang membawa pada kemunduran. Tapi kemitraan yang membawa kemajuan bersama-sama dan kesejahteraan bersama-sama.

APA SEMUA PERUSAHAAN KELAPA SAWIT MAU MENJALIN KEMITRAAN DENGAN PETANI KARENA TIDAK SEDIKIT YANG KONFLIK?

Tidak ada jalan keluar. Tidak ada kemungkinan kita menjadi besar kalau tidak model kemitraan. Sebab pada akhirnya nanti dengan model trecebility dalam perdagangan internasional itu kan harus tahu dari mana datangnya buahnya. Inti juga tidak bisa mengatakan tidak mau membantu petani. Karena berarti kebun perusahaan itu tidak memperhatikan people. Itu juga akan ditolak (pasar). Ditambah lagi adanya kepentingan untuk perdagangan internasional menuju sawit yang berkelanjutan. Artinya, people, profit dan planet harus dibuat secara kuat.

CARANYA BAGAIMANA?

Untuk membuat kemitraan yang penting adanya kesadaran bahwa kita harus hidup bersama-sama, tumbuh bersama.

Masalah perusahaan dan petani yang tidak ada titik temunya karena tidak ada kepercayaan satu sama lain. Jadi kalau ada trust di antara kita harus ada yang memulainya, bisa dipercaya apakah dari inti atau plasma atau bersama-sama. Barangkali pada mulanya tidak dipercayai.Tapi kalau kita terus menerus bisa dipercaya, orang lain akan percaya. Bisnis harus berbasis kepercayaan. Kalau tidak kita akan turun.

MENURUT PROGRAM PEREMAJAAN SAWIT RAKYAT (PSR) SAAT INI SEBUAH KEBUTUHAN?

Jelaslah. sawit itu tanaman tahunan yang sekali tanam umurnya mencapai 30 tahun.Tapi itu kan tidak bisa dipertahankan terus menerus. Kalau tanamannya sudah terlalu tua, produktivitasnya rendah, untuk panennya juga sulit. Penyakit mungkin sudah banyak. Karena itu memang harus diremajakan. Kalau umur sawit 25 tahun, maka setiap areal harus diremajakan setiap tahun. Kalau tidak, maka kita tidak menjadi raja sawit dunia lagi. Karena siklusnya terpotong, produksinya berkurang. Sampai sekarang belum ada tanaman yang bisa menggantikan sawit.

MENYANGKUT PSR YANG MASIH TERHAMBAT SEHINGGA SALING MENYALAHKAN SATU SAMA LAIN?

Menurut saya, kita terlalu tergantung pada Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa sawit (BPDP) dan pemerintah. Perkebunan sawit dan rakyat jangan terlalu bergantung pada pemerintah. Dia harus mengambil inisiatif untuk mengembangkan bisnis mereka bersama-sama. Jangan terlalu menggantungkan pada pemerintah. Jadi harus mandiri.

Menurut saya,  pengembangan sawit secara besar-besar terjadi setelah masa reformasi. Tapi kok sekarang kita tidak menjadi mandiri? Kita tumbuh karena kemandirian. Sesudah menjadi besar kita menjadi tergantung pada pemerintah.

APA ADA YANG SALAH?

Salahnya dari perkebunan dan petaninya. Sikap mentalnya yang mengantungkan pada pemerintah. Jadi dulu yang bagus kita bermitra, kurang diperdaya. Dulu kita bisa berkembang karena kamandirian. Ada yang salah dalam mental kita. Ini yang dimaksud Presiden Jokowi merevolusi mental.

UNTUK MEMPERCEPAT PELAKSANAAN PSR APA UPAYA YANG HARUS DILAKUKAN?

Kalau tidak ada BPDP, semua orang membuat peremajaan sendiri. Justru adanya BPDP membuat orang menunggu-nunggu. Walau pun datang juga tapi persyaratannya terlalu rumit. Karena memang ini sudah uangnya publik. Orang takut dipenjara. Tapi kalau pakai uang sendiri tidak perlu ditakutkan. Karena itulah mari lakukan replanting karena itu keharusan. Ada atau tidak BPDP, replating harus dilakukan.

Menurut saya, kita membutuhkan program nasional replanting. Program ini lebih besar dari pada hanya uang. Jadi program nasional yg nantinya dibiayai oleh APBN, APBD, BPDP dan perbankan. Kalau saat ini semua mau berlomba-lomba merebut uang BPDP, kesempatan lain jadi hilang.

BERARTI PROGRAM PEREMAJAAN YANG ANDA MAKSUD LEBIH BESAR DARI PSR INI?

Dulu kan ada program PIR, seperti itu lagi. Dan itu dibiayai sebagian kecil dari APBN dan bank. Cuma pemerintah menjamin. Itu bisa kita ulang lagi untuk replanting ini. Jd kita beruntung ada dana BPDP. Tapi itu gak cukup.

Dulu juga tidak dibayai APBN. Tapi digaransi pemerintah. Ini bisnis menguntungkan tok. Tidak ada resiko buat pemerintah di situ. Dan orang yang neko-neko (macam-macam-Red) resikonya masuk penjara kan.

Jadi program replanting nasional bukan sekedar peremajaan. Pemerintah harus memfasilitasi bukan mengambil alih. Dan perkebunan besar dan rakyat bermitra untuk melakukan replanting. Di Sumatera Utara dan Sumatera Selatan peremajaan sawit rakyat berjalan lancar karena adanya inti yang berperan. Karena itulah perkebunan besar swasta (PBS) harus mengambil inisiatif dan itu juga untuk kepentingannya. Barangkali ada cost jangka pendek, tapi jangka panjang menjadi lebih bagus dan citranya juga lebih bagus.

UNTUK PETANI SWADAYA BAGAIMANA?

Itu dibuat aturan saja. Bahwa mereka bikin pabrik di suatu tempat yang di sekitarnya ada petani-petani swadaya dan yang punya pabrik harus bertanggungjawab. Sebab kalau tidak, dia juga tidak bisa jual sawitnya. Mereka membantu supaya melakukan replanting dan memperbaiki tata kelola. Lagi pula sudah ada aturan bahwa PBS harus memiliki plasma paling sedikit 20 persen. Dan petani swadaya kalau sudah bekerjasama dengan pabrik bisa dianggap sebagai plasma. Jadi dia memenuhi UU Perkebunan. Ada insentif bahwa pabrik-pabrik sudah membantu petani.

 

Sumber: Mediaperkebunan