Harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) di Eropa diproyeksikan naik menjadi US$570- US$620 per ton pada kuartal kedua tahun depan, karena stok menurun.

James Fry, Kepala Konsultan Komoditas LMC International mengatakan harga CPO akan beraksi terhadap dampak pemangkasan besar dalam penggunaan pupuk, kekeringan baru-baru ini hingga pertumbuhan minimal dalam produksi Indonesia pada 2019.

“Selain itu peningkatan mandat biodiesel di Asia Tenggara [juga turut mendukung harga] ,” katanya dalam konferensi industri di Mumbai, seperti dikutip Reuters, Kamis (26/9).

Fry mengatakan bahwa persediaan CPO diperkirakan mengikuti pola musiman dan naik hingga November. Setelah itu, produksi CPO akan lemah. Tidak hanya karena pola bulanan, tetapi juga dampak kumpulatif dari pengurangan dalam penggunaan pupuk pada 2 tahun terakhir dan kekeringan baru-baru ini.

“Perlambatan produksi minyak sawit ini akan bertepatan dengan pertumbuhan lebih lanjut dalam produksi biodiesel di Asia Tenggara. Hal ini memaksa cadangan minyak kelapa sawit Eropa turun,” katanya.

Cuaca kering dan kabut asap pun diperkirakan berdampak pada produksi minyak kelapa sawit di seluruh Asia Tenggara. Kondisi itu mengurangi pertumbuhan produksi pada tahun ini. Pasalnya, pohon kelapa sawit membutuhkan uap air untuk memproduksi buah yang optimal.

Indonesia dan Malaysia, dua produsen minyak kelapa sawit utama dunia, juga meningkatkan mandat biodiesel untuk meningkatkan konsumsi dan mengurangi persediaan.

Indonesia saat ini memiliki mandat program B20. Pemerintah Indonesia pun menargetkan realisasi mandat B30 pada Januari 2020.

Sementara itu, Malaysia meningkatkan mandat biodiesel dari 7% menjadi 10% pada Desember lalu, serta bakal mengimplementasikan program B20 pada 2020.

Berkaca pada hal ini, Fry memperkirakan produksi biodiesel Malaysia mencapai 1,3 juta ton tahun ini, sedangkan Indonesia akan menccapai 7 juta ton.

“Tahun depan pemerintah [Indonesia] akan menerapkan mandat B30, mengangkat total produksi biodiesel di atas 8 juta ton, meskipun ekspor sekarang akan dibatasi oleh bea masuk anti-dumping UE, yang memungkinkan ekspor Malaysia membantu memenuhi kekurangan tersebut,” katanya.

Dia menambahkan bahwa permintaan biodiesel Malaysia akan melampaui 1,6 juta ton pada 2020.

Adapun, di bursa komoditas Malaysia, harga CPO diperkirakan menanjak ke level 2.200 ringgit per ton pada Desember tahun ini, menyusul lambatnya produksi.

Sathia Varqa, pemilik palm oil Analytics mengatakan, hal tersebut, Kamis (26/9), seperti dikutip dari Bloomberg.

“Harga CPO terlihat diperdagangkan di kisaran level 2.000-2.100 ringgit per ton sepanjang Oktober dan November,” katanya.

Pada paruh pertama 2020, sambungnya, harga CPO kemungkinan bangkit menjadi 2.300 hingga 2.400 ringgit per ton lantaran produksi yang lebih rendah, stok menurun, dan pembelian lebih kuat jelang Festival Tahun Baru Imlek.

Selain itu, pembelian Ramadan pada Februari tahun depan juga bakal mengerek harga komoditas andalan Indonesia tersebut. Catatannya, hubungan Iran dan AS tidak memburuk yang menyebabkan persoalan di Selat Hormuz.

Sebagai informasi permintaan CPO Ramadan ini, salah satunya berasal dari Timur Tengah. Gangguan yang terjadi di Selat Hormuz, kemungkinan bakal mengganggu pengiriman ke kawasan tersebut.

Berdasarkan data Bloomberg, harga minyak kelapa sawit kontrak Desember 2019 di Bursa Derivatif Malaysia menguat 0,42% atau 9 poin ke posisi 2.156 ringgit per ton, setelah dibuka melemah 0,19% atau 4 poin ke posisi 2.143 ringgit per ton.

Sehari sebelumnya, Rabu (25/9), harga CPO ditutup menguat 0,28% atau 6,00 poin ke posisi 2.147 ringgit per ton, melanjutkan penguatan di sesi pembuka sebesar 0,51 % atau 11,00 poin ke posisi 2.152 ringgit per ton.

Sementara itu, jika percekcokan perdagangan AS da China berlanjut, pelemahan permintaan kedelai di negara Asia berlanjut karena wabah demam Afrika. Hal tersebut membuka peluang penguatan permintaan kelapa sawit, yang juga kompetitor minyak kedelai,

 

Sumber: Bisnis Indonesia