Pelaku usaha sawit mengapresiasi pendekatan dan lobi pemerintahan Jokowi kepada otoritas Uni Eropa yang menghasilkan keputusan perpanjangan penggunaan produk sawit sampai 2030. Melalui keputusan ini, produk sawit tetap dapat diperdagangkan ke kawasan Uni Eropa.

“Kami mengapresiasi upaya lobi pemerintah Indonesia kepada stakeholder Uni Eropa, dalam rangka mencegah resolusi sawit yang diusulkan Parlemen (Eropa),” kata Joko Supriyono, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia ( GAPKI), di Jakarta, Selasa (19 Juni 2018).

Pada pertengahan April 2017, parlemen Uni Eropa mengeluarkan resolusi yang berjudul Palm Oil and Deforestation of the Rainforests, yang meminta penghapusan (phasing-out) minyak sawit sebagai bahan baku biofuel pada 2021 dari kawasan Uni Eropa.
Kendati demikian, usulan ini dimentahkan dalam pertemuan trilog pada 14 Juni 2018 diantara Komisi Eropa, Parlemen Eropa dan Dewan Uni Eropa (yang terdiri dari Negara-negara Anggota Uni Eropa) yang menghasilkan keputusan politik pemakaian sawit sampai 2030.

Menurut Joko Supriyono, keputusan ini masih bersifat temporary accepted karena ini berarti bisnis sawit tetap jalan hingga 2030 di Eropa.

Di sisi lain, kata Joko, masih ada ruang bagi pemerintah untuk melakukan lobi dan negosiasi kepada otoritas Uni Eropa.

Dari sektor hilir, Master Parulian Tumanggor, Ketua Umum Asosiasi Produsen Biofuels Indonesia ( APROBI) merasa gembira atas keputusan otoritas Uni Eropa tersebut. “Pertama, kami menyampaikan apresiasi dan penghargaan setinggi-tingginya kepada Presden beserta jajaran kabinet untuk melakukan lobi dan menolak diskriminasi atas biofuel berbahan baku sawit di Eropa,”kata Tumanggor.

Tumanggor menyebutkan Indonesia masih mempunyai waktu selama 12 tahun untuk menjalankan ekspor ke Eropa. Selain itu, pelaku industri yg memanfaatkan biodiesel di luar negeri juga bergembira atas putusan ini.

“Dengan masa jeda selama 12 tahun ini cukup bagi kita untuk melakukan langkah perbaikan baik di hulu dan hilir dalam rangka menuju industri sawit yang sustainable,” ujarnya.

Upaya lobi dilakukan aktif Presiden Jokowi dan jajaran menteri Kabinet Kerja. Dalam berbagai pertemuan dengan pemimpin negara asal Uni Eropa, Presiden Jokowi menekankan penolakan atas diskriminasi sawit. Pada akhir Mei 2018, Menko Kemaritiman Luhut Panjaitan menghadiri seminar  di Vatikan mengenai “Pemberantasan Kemiskinan Melalui Pertanian dan Perkebunan Demi Perdamaian dan Kemanusiaan”. Hadir dalam seminar ini yaitu Kardinal Peter Turkson yang mendukung peranan sawit dalam pengentasan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan petani.

Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia Vincent Guerend, dalam keterangan resmi, menjelaskan bahwa Uni Eropa memimpin dalam upaya melawan perubahan iklim. Kesepakatan yang dicapai dalam merevisi Arahan Energi Terbarukan Uni Eropa (RED II) mencakup pengurangan bertahap dari sejumlah kategori biofuel (bahan bakar nabati) tertentu yang turut dihitung untuk memenuhi target energi terbarukan kami yang ambisius.

“Biofuel akan dikaji dengan perlakuan yang sama, tanpa melihat sumbernya. Teks RED II tidak akan membedakan, atau melarang minyak sawit. Uni Eropa merupakan dan tetap akan menjadi pasar paling terbuka untuk minyak sawit Indonesia,”pungkas Vincent.

 

Sumber: Sawitindonesia.com