Pemerintah kembali memberi insentif bagi pengusaha. Kali ini, yang mendapatkan adalah eksportir minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) dan turunannya. Pemerintah akan menghentikan sementara pungutan ekspor CPO dan turunannya.
Keputusan ini merupakan hasil rapat Komite Pengarah Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa sawit (BPDP-KS), Senin (26/11) di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Hanya, implementasi kebijakan ini menunggu perubahan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 81/2018 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa sawit pada Kementerian Keuangan. Namun, pekan ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani bertandang ke Argentina menghadiri kegiatan G20 dan baru kembali ke Indonesia pada 2 Desember 2018.
Dalam revisi PMK itu, pemerintah akan menyesuaikan pungutan ekspor CPO dan turunannya dengan membebaskan semua pungutan ekspor, selama harga CPO di bawah US$ 500 per ton. Untuk harga CPO US$ 500-US$ 549 per ton, pungutan ekspor CPO sebesar US$ 25 per ton, turunan pertama US$ 10 per ton, dan turunan kedua US$ 5 per ton. Lalu, pungutan ekspor kembali ke level normal, jika harga CPO di atas US$ 549 per ton.
Sebagai catatan, belakangan ini harga CPO menukik.
“Ini butuh emergency measure untuk membantu harga (kelapa sawit) di tingkat petani,” ujar Darmin Nasution, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, kemarin.
Bloomberg mencatat, harga CPO di pasar spot bergerak di bawah US$ 500 per ton sejak 13 November 2018. Per 16 November lalu, harga CPO mencapai level terendah tahun ini sebesar US$ 470,42 per ton. Pada perdagangan Senin (26/11), harga CPO di posisi US$ 470,59 per ton.
Darmin menambahkan, penghentian pungutan ekspor tak akan mempengaruhi kinerja BPDP-KS. Selama ini, dana pungutan itu dikelola BPDP-KS untuk mendukung beragam kegiatan terkait industri sawit, seperti peremajaan sawit rakyat (PSR), program subsidi biodiesel 20% (B-20). “Jadi dana BPDP-KS lebih dari cukup,” ujar Darmin.
Hingga semester I 2018, BPDP-KS menghimpun dana Rp 6,4 triliun. Dari jumlah itu, dana yang terpakai Rp 4,4 triliun. Tahun 2017, BPDP-KS menyalurkan dana Rp 10,6 triliun dan menghimpun dana sebesar Rp 14,2 triliun.
Ungkit harga TBS
Rino Afrino, Wakil Sekjen Asosiasi Kelapa sawit Indonesia (Apkasindo) berharap, penghentian pungutan ekspor bisa mengurangi tekanan penurunan harga sawit di tingkat petani. Sesuai surat Penetapan Harga TBS Kelapa sawit Provinsi Riau periode 21-27 November 2018, harga sawit umur 10-20 tahun turun Rp 104,94 per kilogra, (kg) menjadi Rp 1.209,19 per kg. Penurunan terjadi di semua daerah, seiring merosotnya harga CPO di pasar global.
“Harga TBS di tingkat petani sudah memprihatinkan. Alhamdulillah, pemerintah merespon keluhan kami,” ujar Rino. Apkasindo mengklaim telah mengirimkan surat ke Menko Perekonomian dan Presiden Joko Widodo agar pemerintah ikut menyelamatkan harga TBS petani pada 13 November 2018.
Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga menilai pembebasan pungutan ekspor belum bisa menaikkan harga TBS di tingkat petani. Harga TBS bisa naik jika hilirisasi kelapa sawit berkembang.
Sumber: Harian Kontan