Jakarta – Pemerintah segera melakukan proyek awalan (pilot project) replanting atau peremajaan 30.000 hektare lahan perkebunan Kelapa Sawit untuk meningkatkan produktivitas tanaman tersebut.

“Kami akan replanting Kelapa Sawit 30.000 hektare sebagai pilot project,” ucap Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofjan Djalil ditemui di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, disalin dari Antara.

Terkait peremajaan tersebut, ia mengatakan terdapat komponen yang merupakan dana Badan Pengelolaan Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit yang diperkirakan sekitar Rp25 juta per hektare.” Kemudian ada komponen lain pinjaman KUR. Para pengusaha diperintahkan untuk menjadi avalis.pembina.danoff-taker,” kata Sofjan.

Ia mengatakan proyek awalan peremajaan akan dipilih di lokasi yang sektor koperasinya berjalan kuat, mengingat koperasi akan diproyeksikan menjadi basis kegiatan peremajaan lahan tersebut

“Kami berikan bantuan replanting dari BPDP, diberikan pinjaman, dan sertifikat. Tahap pertama 30 ribu hektare, kalau berhasil tahundepan akan ditambah dan model ini ditambah untuk me-replanting kebun rakyat. Yang perlu dijamin adalah bibit dan bantuan teknis,” ucap Sofjan.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution dalam Rapat Koordinasi Pembahasan Peremajaan Karet dan Kelapa Sawit menjelaskan rencana kebijakan peremajaan Kelapa Sawit harus dilakukan guna menghindari persoalan yang semakin rumit.

Menurut Darmin, untuk program peremajaan Kelapa Sawit akan dijalankan dengan menggandeng Kementerian Pertanian dan BPDP Kelapa Sawit “Untuk peremajaan sawit kami akan lebih mengandalkan dari BPDP Sawit Kalau ada mungkin dari Kementerian Pertanian,” kata dia. Selain lahan Kelapa Sawit, pemerintah ebagai tahap awal juga akan menjalankan program peremajaan karet di 2018 yang akan ditetapkan target penanaman seluas 15 ribu hektare.

Sebelumnya, Kementerian Perindustrian memandang RUU Perkelapasawitan berpotensi tumpang tindih dengan peraturan perundang-undangan yang sudah ada.

“Kami belum melihat hal yang tidak tercakup terkait perkelapasawitan pada aturan yang sudah ada, baik di dalam perindustrian, perdagangan dan pertanian. Semua sudah diatur dalam perundang-undangan,” kata Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto.

Airlangga mengampai-kan hal tersebut saat memg-gelar Rapat Kerja antara Pemerintah dan Badan Legislasi DPR bersama Menteri Koordinator Perekonomian, Darmin Nasution, dan Menteri Pertanian, Amran Sulaiman.

Sebagai contoh, lanjut Airlangga, perizinan untuk usaha industri pengolahan pada RUU Perkelapasawitan dibagi menjadi tiga jenis, yaitu Izin Usaha Perkebunan Untuk Pengolahan Produk Primer, Izin Usaha Perkebunan Untuk Pengolahan Produk Lanjutan dan Izin Usaha Perkebunan terkait Jasa Perkelapasawitan.

Ketiga perizinan di atas telah diatur dalam UU Nomor 3/2014 tentang Perindustrian yaitu Izin Usaha Industri dan pengaturan pada RUU Perkelapasawitan dinilai tidak sejalan dengan semangat pemerintah menyederhanakan perizinan usaha serta meningkatkan Ease Of Doing Business.

Airlangga menyampaikan, implementasi norma pengaturan di bidangperke-lapa sawitan saat ini sudah berjalan dengan baik mela-luo tugas dan fungsi Kementerian/ Lembaga terkait Sehingga, Kemenperin mengusulkan untuk tidak melanjutkan pembahasan RUU tentang Perkelapasawitan.

Namun demikian, tambah Airlangga, dalam rangka meningkatkan kinerja perKelapa Sawitan nasional, perlu dilakukan penanaman tugas dan fungsi K/L terkait termasuk pada Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit, serta forum kerja sama Council of Palm Oil Producing Country.

Sementara itu, Asosiasi Petani Plasma Kelapa Sawit Indonesia meminta penghapusan pungutan ekspor minyak sawit mentah (CPO) yang selama ini dianggap merugikan pelaku usaha perkebunan.

Ketua Umum Dewan Pengurus Nasional Asosiasi Petani Plasma Kelapa Sawit Indonesia M Muhammadyah dalam keterangannya dijakarta.memintapengha-pusan pungutan itu dengan mencabut peraturan mengenai tarif layanan BLU BPDP Sawit.

“Peraturan perundang-undangan itu merupakan produk hukum cacat dan banyak merugikan pelaku usaha perkebunan. Petani Kelapa Sawit sebagai produsen juga tidak mempunyai posisi tawar dalam struktur pasar yang monopoli,” katanya.

Ia menambahkan pemberlakuan pungutan ekspor CPO turut menyebabkan turunnya harga Tanda Buah Segar (TBS) Sawit yang diterima oleh petani saat menjual ke pabrik Kelapa Sawit untuk diolah menjadi CPO.

Sumber: Harian Ekonomi Neraca