Ekspor komoditas minyak sawit mentah (CPO) dan produk turunannya asal Indonesia ke India masih mengalami hambatan dengan diterapkannya pajak impor yang tinggi oleh pemerintah New Delhi. Karena itu, Indonesia meminta pemerintah India mengutamakan prinsip kemitraan dan kolaborasi dalam hubungan dagang dan investasi antar kedua negara.
Pernyataan ini disampaikan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita saat membuka forum bisnis dengan tema “Indonesia Sustainable Palm Oil” di Taj Palace, New Delhi, India, pada Kamis pekan lalu. Forum bisnis ini merupakan rangkaian kegiatan untuk memperkuat perdagangan dan investasi antara Indonesia dan India.
“India merupakan mitra dagang Indonesia terbesar ke-4. Namun, perdagangan bukan mengenai peringkat, dan tidak hanya mengenai surplus atau defisit. Perdagangan adalah mengenai kemitraan, bagaimana kita dapat menyediakan kebutuhan negara mitra dan bagaimana perdagang-an dapat berkontribusi untuk perkembangan nasional dan negara lain,” jelas Mendag.
Enggar menyampaikan, minyak kelapasawitdan produk turunannya memainkan peran penting dalam perekonomian Indonesia. Sebanyak 60 % total nilai ekspor Indonesia berasal dari minyak kelapasawitdan merupakan sumber penghasilan bagi 16,5 juta pekerja langsung dan tidak langsung.
Industri minyak kelapasawitIndonesia juga berkontribusi
terhadap lebih dari 50 % total produksi dunia. Untuk itu, Indonesia berbagi tanggung jawab dalam menjaga ketersediaan minyak kelapa sawit, penyediaan tenaga kerja, dan pengentasan kemiskinan di dunia. Hal ini penting, mengingat permintaan dunia atas minyak kelapasawitdiprediksi akan meningkat dua kali lipat menjadi 308 juta ton pada tahun 2050.
“Minyak kelapa sawit bagi Indonesia memiliki nilai penting seperti gula bagi India karena Industri tersebut mempekerjakan jutaan orang. Selain itu, komoditas ini bukan hanya sebuah produk, namun memiliki nilai yang merepresentasikan orang dan budaya kita,” ujar Mendag.
Menurutnya, pemanfaatan minyak kelapasawittidak hanya digunakan untuk produk kebutuhan sehari-hari, namun saat ini juga digunakan sebagai isolator, bahan campuran aspal jalan, biofuel, dan pembangkit listrik berbahan bakar minyak kelapa sawit.
Ke depan, kata Enggar, komoditas ini juga dapat berkontribusi terhadap teknologi selulosa, yang diyakini sebagai pengembangan biofuel tingkat berikutnya.
Mendag juga menegaskan, sektor pemrosesan kelapa sawit secara langsung dan tidak langsung menciptakan lapangan kerja di India dan di dunia. Penyerapan tenaga kerja di sektor ini, khususnya produk minyak nabati dan produk margarin mencapai angka 8,8 juta orang di India.
Selain itu, di Indonesia indus-tri ini menggunakan peralatan seperti ketel (boiler) dan pembangkit listrik ukuran kecil dan medium yang diproduksi di India. “Hambatan tarif maupun nontarif pada perdagangan di antara kedua negara akan sangat mempengaruhi harga dasar penjualan yang pada akhirnya juga akan membebani industri di India,” tegas Mendag.
Forum bisnis ini juga diisi dengan diskusi dan dialog di antara pelaku usaha kedua negara. Hadir sebagai narasumber, yaitu Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa sawit Indonesia (Gapki), Kanya Lakshmi Sidarta, Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Biofuel Indonesia (APROBI), Harry Hanawi, Dr. Swati Maheswari dan Rusman Heriawan.
Pada kunjungan ke India kali ini, Mendag juga menghadiri pertemuan Inaugural Plenary India-ASEAN Expo and Summit ke-4 yang mengusung tema”Co-creating The Future”. Dalam pidatonya di acara ini,Mendag menekankan kembali pentingnya kolaborasi dan kemitraan antara negara ASEAN dan India, terutama di tengah meningkatnya ketidakpastian ekonomi dan perdagangan dunia, serta adanya Brexit dan perang dagang antara China dan Amerika Serikat.
“ASEAN dan India harus meneruskan agenda integrasi perdagangan dan investasi. Kita harus memiliki spesialisasi. Jika kita ingin memproduksi berbagai macam produk dan mengenakan hambatan terhadap produk-produk negara tetangga, pada akhirnya kita tidak akan bisa memproduksi apapun. Hanya dengan bekerja bersama, kita dapat berkolaborasi menciptakan masa depan yang lebihbaik,” jelas Mendag.
Sumber: Tabloid Agro Indonesia