Jakarta, elaeis.co – “Bapak-bapak dan ibu-ibu, kita sudah lama menjalankan usaha sawit. Pertanyaan saya, apa betul kita tahu sawit ini?” sederhana pertanyaan Sahat M Sinaga pada World Palm Oil Confrence yang digelar di Kuala Lumpur, Malaysia, 20-21 September lalu. Dia ikut presentasi di acara itu.

Walau terkesan sederhana, pertanyaan Plt Ketua Umum Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) itu terjadi bisa memancing kegusaran sejumlah peserta confrence.

“Apa maksud bapak dengan pertanyaan itu? Kita kan sudah memproduksi sawit begitu banyak,” salah seorang  peserta dari Malaysia menjawab.

“Iya betul. Cuma, saya pikir kita pura-pura mengerti. Padahal sebenarnya tidak tahu,” lelaki 76 tahun ini menjawab.

Di situlah kemudian Direktur Eksekutif Gabungan  Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) ini membuka ide yang selama ini dia pendam; pengolahan kelapa sawit dengan cara Dry Process.

Kalau pabrik pengolahan TBS menjadi CPO dengan Wet Process disebut Pabrik Kelapa Sawit (PKS), Dry proces itu disebut Sahat Pabrik Minyak sawit Tanpa Uap (PMTU).

Secara teknis disebut Steam-less Palm Oil Technology & Impuritues Removal Unit (SPOT&IRU). Produknya disebut Superior Palm Oil (SPO).

Panjang lelaki asal Samosir Sumatera Utara (Sumut) ini menjelaskan ide itu. Ide yang muncul setelah dia bertemu dengan temannya yang orang Afrika di Jakarta medio 2016-2017 silam.

Waktu itu Sahat sempat bertanya,” Kenapa kalian tidak memakai sawit asal Indonesia?”

Dengan enteng si Afrika ini menjawab,”minyak sawit asal Indonesia eggak ada rasanya. No tekture,” katanya.

Mendengar jawaban itu Sahat kaget. “Ada rupanya rasa di sawit ini, kayak andaliman (rempah khas di Tanah Batak Sumatera Utara) lah. Yang tahu seperti apa rasanya itu ya orang yang memakan andaliman itu lah. Kalau ada rasa di sawit itu, bearti selama ini Indonesia sudah keliru memprosesnya. Dari sinilah awal pemikiran SPOT&IRU ini muncul,” tertawa Sahat saat ngobrol dengan elaeis.co, kemarin.

Biar getir (rasa) itu benar-benar dapat kata Sahat, proses pengolahan Tandan Buah Segar (TBS) menjadi Crude Palm Oil (CPO) musti dilakukan dengan cara Dry Process. Tidak lagi dengan cara Wet Process.

Temperaturnya enggak boleh lebih dari 100 derajat. Dengan beguitu vitaminnya tetap ada di dalam, tidak seperti hasill Wet Process.

Perbandingnya begini; kalau TBS diolah pakai Wet Process, katakanlah masih dalam bentuk buah vitaminnya 100%, setelah jadi CPO yang tinggal justru hanya 40%.

Itu terjadi lantaran pada Wet Process, temperatur waktu memproses TBS ke CPO tinggi sekali. Tekanannya sampai tiga bar; 142 derajat celcius.

“Dengan temperatur setinggi itu, gizi di sawit menjadi rusak. Nah, kalau pakai Dry Process, yang tinggal di CPO masih 90%. Itu terjadi lantaran temperatur saat memproses tak sampai 100,” terangnya.

Di Afrika kata Sahat, kalau di buah vitaminnya 100%, setelah jadi CPO juga masih 100%. Soalnya orang Afrika mengolah TBS nya pakai kukusan, tidak pakai steam tekanan tinggi.

Sudahlah vitamin-vitamin semacam ini menjadi andalan untuk memerangi stunting, pabrik SPOT&IRU ini bisa dibangun dimana saja lantaran tak harus dekat dengan sungai.

Kalau Dry process ini, kapasitas kecil-kecil saja. Makanya bisa untuk petani. Ongkos angkut akan murah dan limbahnya sedikit.

“Emisi yang dihasilkan pun sangat rendah, hanya sekitar 210 kilogram CO2e per satu ton CPO,” katanya.

Dengan kondisi begitu kata Sahat, sudah sesuai dengan tuntutan Eropa. Enggak ada lagi alasan Eropa bilang emisi karbon sawit Indonesia tinggi.

Oleh penjelasan panjang lebar di World Palm Oil Conference tadi, orang Kongo langsung mengajak Sahat  pertemuan khusus.

Singkat cerita, Nigeria, Kongo dan Ivory Coast (Pantai Gading langsung memesan SPOT&IRU itu. Sahat menyuruh mereka datang ke Indonesia pada bulan puasa tahun depan untuk menengok SPOT&IRU itu.

“Maret tahun depan kita bikin yang kecil dulu.  Kapasitas 10 ton TBS per jam dan ini akan saya tunjukkan di Bali. Sebab pabrik ini akan dibahas di KTT Asean di Bali pada November tahun depan. Di sana saya akan bilang, ini lho hasil dari anak Samosir itu,” Sahat tertawa.

sumber: https://www.elaeis.co/berita/baca/spot-iru-ala-sahat-sinaga-rendah-emisi-cocok-untuk-petani-lebih-kaya-vitamin