Kelapa sawit dipandang memiliki kontribusi secara ekonomi dan tidak membahayakan kesehetan. Pernyataan ini dikeluarkan oleh sejumlah profesor dan peneliti asal Swedia.

Sebaliknya, kampanye hitam terkait kelapa sawit di Eropa justru bertentangan dengan pencanangan Sustanaible Development Goals (SDGs). Pembahasan tentang kelapa sawit ini muncul di sebuah seminar yang diselenggarakan oleh KBRI Stockholm, dan Royal Institute of Technology. Hadir mewakili Indonesia adalah Kepala BPPK Kementerian Luar Negeri RI Siswo Pramono. 

“Riset dan pengembangan tentang kelapa sawit saat ini masih dilihat secara parsial yang akhirnya menyudutkan negara pengekspor kelapa sawit. Seharusnya dilihat secara keseluruhan,” kata Profesor Ingrid Oborn.

Pandangan Swedia sendiri terhadap kelapa sawit cukup pragmatis. Kontribusi kelapa sawit dipandang cukup besar bagi industri makanan, kosmetik dan energi. Oleh karena itu, melarang penggunaan minyak kelapa sawit bukanlah solusi yang telat.

Menurut keterangan dari KBRI Stockholm kepada Medcom.id, Jumat 1 Februari 2019, Swedia lebih mengambil sikap bekerja sama dengan negara-negara penghasil kelapa sawit seperti Indonesia, Thailand, Malaysia, Kolombia dan Nigeria, guna mendorong agar kegiatan penanaman sawit dilakukan dengan cara yang berkelanjutan.

Swedia juga menyadari bahwa produksi minyak sawit di Indonesia sangat berkaitan dengan upaya pengentasan kemiskinan, mengingat sektor sawit menciptakan banyak lapangan kerja, secara langsung maupun tidak.

Pemerintah Swedia juga mengapresiasi upaya yang telah dilakukan Indonesia dan industri sawit Indonesia untuk mendorong tercapainya sustainable palm oil serta upaya melakukan pelestarian lingkungan dan satwa. 

Swedia bahkan menawarkan kerja sama guna meningkatkan sustainable palm oil, melalui penelitian dan forest management. 

Sumber: Metrotvnews.com