Harga minyak kelapa sawit atau crude palm, oil (CPO) berbalik menguat pada pekan ini setelah terjerembap 16% sepanjang tahun lalu. Namun, kenaikan ini belum bisa disebut sebagai titik balik ke tren penguatan.

Kemarin, harga CPO untuk kontrak Maret 2019 di Malaysia Derivative Exchange berhasil ditutup di RM 2.175 per ton. Harga minyak sawit menguat sekitar 2,5% sepanjang pekan di awal tahun ini.

Ada beberapa faktor yang membuat harga CPO tertahan di tren pelemahan pada tahun lalu. Faisyal, Analis Monex Investindo Futures, mengatakan, salah satunya adalah perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China.

Perseteruan kedua negara dengan perekonomian terbesar ini membawa sentimen negatif ke harga. Perang dagang bisa memicu perlambatan ekonomi dan melemahkan permintaan komoditas.

Penurunan harga minyak mentah dan kedelai pun ikut menyeret turun harga CPO. Faisyal menambahkan, harga CPO sempat melemah karena meningkatnya cadangan pasokan di Malaysia.

Kondisi CPO di 2018 lalu berbeda dengan tahun sebelumnya, di mana pasokan dan permintaan cukup bagus. Apalagi, industri CPO Malaysia masuk dalam masa pemulihan setelah terkena dampak badai el nino. Selain itu, pelemahan ringgit terhadap dolar AS juga jadi sentimen positif, yang membuat harga CPO di tahun 2017 menguat.

Tekanan melonggar

Sentimen negatif bagi CPO masih bakal terbawa ke tahun ini. Tetapi, ada peluang tekanan bagi CPO mulai melonggar. “Untuk 2019, ada kemungkinan harga CPO tertekan, tetapi ada peluang juga harga kembali menguat terbatas,” kata Faisyal, Jumat (4/1).

Beberapa faktor yang bisa membantu harga CPO menguat di awal tahun ini antara lain potensi meningkatnya permintaan minyak sawit di Indonesia. Karena, seperti diketahui, pemerintah terus menggalakkan program penggunaan minyak sawit 20% di bahan bakar diesel (B20). “Paling tidak, permintaan bisa naik dan mengerek harga CPO,” tutur Faisyal.

Sedangkan Direktur Utama Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan, permintaan CPO akan naik jelang imlek, Februari mendatang. “Memang harga CPO turun, tapi akan kembali naik, mengingat kebutuhan pasokan CPO akan naik karena sebentar lagi Imlek,” jelas dia.

Musim hujan juga akan membawa sentimen positif bagi harga CPO. Pasalnya, kualitas tandan buah segar (TBS) bisa memburuk, transportasi tersendat, serta bisa mengimbangi permintaan.

Meski begitu, sentimen negatif masih membayangi. Salah satu pemicunya berasal dari eksternal, yaitu perang dagang. Ekonomi China diperkirakan melambat. Diperkirakan, angka pertumbuhan ekonomi China hanya 6% di tahun 2018, terburuk sejak krisis keuangan.

Faktor lain yang bisa mengganjal kenaikan harga CPO di 2019 yaitu langkah negara kawasan Uni Eropa menolak penggunaan CPO sebagai produk biodiesel. “Kalau masih ada pertentangan, maka permintaan akan melambat,” kata Faisyal. Ia pun memperkirakan, harga CPO sepanjang tahun 2019 akan berkisar di level RM 1.860 sampai RM 2.440 per metrik ton.

Sedangkan Ibrahim memprediksi, harga CPO tahun 2019 masih cenderung tertekan. Sentimen perang dagang membuat CPO sulit mencapai level harga RM 2.300-RM 2.400 per metrik ton.

Sedangkan untuk Senin depan (7/1), Ibrahim memprediksi harga CPO berpotensi naik, karena adanya rencana pertemuan pemerintah AS dan China sekelas menteri. Salah satu yang akan dibahas yakni soal perang dagang. Harga CPO diperkirakan bergerak di RM 2.149-RM 2.170 per metrik ton.

 

Sumber: Harian Kontan