JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Thailand telah menyatakan komitmennya untuk bekerja sama dengan Malaysia dan Indonesia – produsen minyak sawit terbesar di dunia – untuk melawan “diskriminasi” Uni Eropa (UE) terhadap komoditas tersebut.

Perdana Menteri Datuk Seri Anwar Ibrahim mengatakan pemerintah telah menetapkan peraturan untuk memastikan bahwa minyak sawit yang diproduksi memenuhi standar keamanan pangan internasional negara pengimpor, termasuk persyaratan UE.

“Saya senang bahwa perdana menteri baru Srettha (Thavisin) telah memberikan jaminannya bahwa Thailand akan ikut serta untuk bekerja sama dalam menyampaikan kasus kami, khususnya ke UE,” ujar Anwar dalam pidatonya pada Kongres dan Pameran Minyak Sawit Internasional Dewan Minyak Sawit Malaysia (MPOB) 2023 (PIPOC 2023), dilansir News Straits Times, Rabu (10/11/2023).

Baca juga :   Memperkuat UMKM Melalui Penyaluran Kredit Usaha Rakyat

“Dalam pertemuan saya baru-baru ini dengan Perdana Menteri Belanda Mark Rutte, dia telah memberikan jaminan, sebagai importir minyak sawit terbesar di Eropa, untuk menunjukkan pemahaman dan empati yang lebih baik terhadap kekhawatiran industri ini,” lanjutnya.

Anwar mengatakan produk komoditas pertanian Malaysia, terutama ekspor minyak sawit, kayu, kakao, dan karet juga akan tunduk pada Peraturan Bebas Deforestasi Uni Eropa (EUDR), yang mulai berlaku mulai Januari 2025.

EUDR diperkenalkan untuk mencegah penjualan minyak sawit, kedelai, kopi, coklat, karet, kayu dan daging sapi yang ditanam atau dipelihara di lahan yang mengalami deforestasi setelah tahun 2020 ke atau di dalam UE.

Baca juga :   Malaysia Mendesak Uni Eropa : Berikan Keadilan Kepada Negara Produsen Minyak Sawit

Dia mengatakan, Malaysia secara aktif bekerja sama dengan Indonesia lewat Satuan Tugas Gabungan Ad-Hoc EUDR untuk melindungi para petani kecil dari dampak negatif yang dapat mempengaruhi standar hidup mereka.

Lebih lanjut, Anwar juga menuturkan kementerian-kementerian terkait sudah memahami peraturan itu dan Dewan Minyak Sawit Malaysia (MPOB) secara aktif terus berusaha mematuhi peraturan tersebut. Anwar mengaku dirinya merasa senang dengan Perdana Menteri Thailand Srettha Thavisin yang telah memberi jaminan bahwa negaranya akan ikut bekerja sama dengan Indonesia dan Malaysia.

Baca juga :   Pemanfaatan Limbah Sawit Menjadi Media Tanam Jamur

Anwar berharap negara-negara lain juga turut serta mempresentasikan kasus itu, khususnya kepada Uni Eropa. Pada Anggaran MADANI Kedua 2024, pemerintah Malaysia mengalokasikan RM100 juta (sekitar Rp334,87 miliar) yang akan mendukung petani kecil dalam meningkatkan pendapatan dari hasil perkebunan kelapa sawit.

EUDR akan melarang masuk tujuh komoditas, yang dituding menyebabkan deforestasi, ke pasar Uni Eropa, kecuali lolos dalam uji kelayakan. Ketujuh komoditas itu adalah kelapa sawit, kayu, kopi, kakao, karet, kedelai dan sapi ternak.

Thailand, Malaysia dan Indonesia Siap Lawan ‘Diskriminasi’ UE soal Sawit

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *