Pemerintah sedang menyusun mekanisme penerapan sanksi kepada badan usaha yang belum menjalankan p program B20. Ada enam badan usaha yang belum menjalankan program ini.

Rida Mulyana, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Rida Mulyana menjelaskan bahwa sejumlah persoalan membuat program biodiesel 20 persen atau B20 belum berjalan optimal. Kendala ini berkaitan di logistik dan distribusi.

“Terdapat kendala logistik, transportasi. Ini bukan karena tidak kita mitigasi, melainkan di luar ekspektasi,” ujar Rida di kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (9 Oktober 2018).

Rida mencontohkan kesiapan kapal untuk proses distribusi karena mengangkut biodiesel wajib spesifikasi khusus. Masalah ini yang tidak diantisipasi Kementerian ESDM.

Persoalan lain adalah beberapa badan usaha masih belum patuh untuk ” penyaluran B20. Diperkirakan pelanggaran mandatori tersebut berpotensi denda sekitar Rp 270 miliar.

“Sekitar Rp 270 miliar tetapi perlu verifikasi dulu,”ujarnya.

Rida menyebutkan sampai akhir September, program ini baru berjalan 80 persen. Tercata kurang lebih enam badan usaha yang belum menjalankan mandatori ini dari badan usaha minyak nabati dan BBM.

Sebelum sanksi dijatuhkan, pemerintah memberikan keringanan dalam kurun waktu dua pekan bagi BUBBM-BUBBN untuk bertransaksi FAME.

Bagi perusahaan yang tak mematuhi aturan ini, Kementerian ESDM telah menetapkan denda sebesar Rp 6.000 per liter. Aturan ini tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 41 Tahun 2018 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati Jenis Biodiesel dalam Kerangka Pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit.

 

Sumber: Sawitindonesia.com