Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga meminta pemerintah agar kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO) minyak sawit/CPO segera dihapus.
Dia menilai, kebijakan ini harus dihapus agar bisa mengurai permasalahan minyak sawit di dalam negeri.
“Ekspor harus no barrier. DMO dan DPO hapus, enggak usah malu. Di Indonesia DMO berhasil, iya hanya untuk batu bara. Karena gampang, pemainnya cuma PLN meski perusahaan tambangnya banyak. Jadi bisa gampang dikontrol. Pakai kebijakan yang civilized, yaitu tarif. Kalau DMO itu ‘perkosaan’,” kata Sahat dalam diskusi virtual, Senin (1/8/2022).
Sementara itu, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono juga mengamininya.
Menurut Joko dibutuhkan bauran kebijakan yang tepat dalam menyelesaikan persoalan minyak goreng di Tanah Air.
Sebab, kata dia, DMO yang selama ini dijadikan instrumen ketersediaan minyak goreng di dalam negeri belum optimal bahkan justru menjadi constraint (kendala) bagi ekspor. ” Jadi memang ada kompleksitas pada DMO,” kata dia.
Joko juga mengatakan, bauran kebijakan yang ideal dan tepat bisa menguntungkan petani dari sisi harga Tandan Buah Segar (TBS).
Selain itu pemenuhan minyak goreng harga murah bagi masyarakat kelas bawah juga tetap terus menjadi perhatian.
“Bauran kebijakan itu harus bisa menjamin ketersediaan sekitar 2,5 juta ton bagi kelompok masyarakat kelas bawah. Tapi jangan mengorbankan ekspor yang setahun mencapai 35 juta ton. Seharusnya, ini yang menjadi fokus bauran kebijakan pemerintah,” kata Joko.
Sumber: Kompas.com