Bisnis, JAKARTA – Pandemi corona virus disease atau Covid-19 telah mengguncang semua pasar komoditas agrikultur dunia.

Tidak terkecuali untuk minyak sawit, salah satu komoditas andalan Indonesia.

Menurut lembaga riset minyak yang berbasis di Jerman, Oil World, konsumsi minyak sawit global untuk periode Oktober 2019 hingga September 2020 diproyeksi turun signifikan sebesar 2,2 juta ton dibandingkan dengan periode tahun sebelumnya.

Direktur Eksekutif  Oil World Thomas Mielke mengatakan bahwa penurunan itu belum pernah terjadi sebelumnya dan akan menjadi yang terparah sepanjang sejarah pasar minyak sawit atau crude palm oil (CPO).

Pasalnya, dibandingkan dengan tahun lalu saja konsumsi CPO berhasil naik 8 juta ton. Selain itu, konsumsi CPO juga mengalami kenaikan rata-rata 3,7 juta ton per tahun selama 5 tahun terakhir.

“Konsumsi minyak sawit pada periode musim Oktober 2019 hingga September 2020 tampaknya hanya akan mencapai 75,57 juta dibandingkan dengan 77,74 juta dalam periode yang sama tahun lalu,” ujar Mielke seperti dikutip dari Bloomberg, Selasa (23/6).

Penurunan konsumsi didukung oleh lemahnya impor dari India yang diyakini hanya akan mencapai 8,1 juta ton tahun ini dibandingkan dengan 10 juta ton pada tahun lalu.

Berdasarkan data Pemerintah India, impor CPO Negeri Taj Mahal itu untuk periode Mei 2020 anjlok 53% secara year on year menjadi hanya sebesar 387.006 ton.

Permintaan importir CPO terbesar dunia itu terkontraksi sejak Perdana Menteri India Narendra Modi menerapkan kebijakan loc-kdown untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19 pada 24 Maret. Kebijakan itu telah menutup restoran dan hotel, konsumen utama minyak sawit.

Selain itu, Oil World juga memprediksi konsumsi 17 jenis minyak dan lemak utama
dapat turun 1,9 juta ton pada musim ini. Hal itu pun merupakan penurunan untuk pertama kalinya jika dibandingkan dengan peningkatan rata-rata tahunan yang mencapai 7,4 juta ton dalam lima tahun terakhir.

Adapun, pelemahan permintaan CPO yang anjlok seiring dengan karantina wilayah di beberapa pasar utama CPO pada paruh pertama tahun ini diyakini baru akan pulih pada tahun depan.

Oil World memprediksi konsumsi CPO global akan naik 3,1% secara year on year menjadi 77,9 juta pada periode musim Oktober 2020-September 2021.

Dari sisi pasokan, Oil World produksi minyak sawit global hanya akan mencapai 75 juta ton pada periode Oktober 2019 hingga September 2020, turun 2,3 juta ton daripada produksi tahun lalu.

Keterbatasan mobilisasi tenaga kerja di salah satu produsen utama CPO, Malaysia, diproyeksi menjadi lebih parah pada paruh kedua tahun ini. Tidak hanya itu, faktor cuaca dan keterbatasan pupuk juga akan menjadi penyebab penurunan produksi.

Ketua LMC International James Fry mengatakan bahwa kendati produksi dalam tekanan stok persediaan CPO Malaysia diproyeksikan naik lebih dari 3 juta ton pada akhir tahun ini.

“Permintaan yang lebih lemah karena perlambatan ekonomi di seluruh dunia menjadi penyebab utama, padahal produksi mungkin akan kembali pada kecepatan sebelum Covid-19 terjadi,” ujar Fry seperti dikutip dari Bloomberg.

Tekanan permintaan itu pun semakin menekan harga CPO berjangka yang sudah terkoreksi 20,86 persen sepanjang tahun berjalan 2020. Penurunan itu pun menjadi yang terparah kedua dibandingkan dengan komoditas agrikultur lainnya.

Kinerja harga CPO secara year to date itu tepat berada di bawah kinerja harga kopi berjangka yang turun 26,02%.

Pada perdagangan Selasa (23/6) harga CPO berjangka untuk kontrak September 2020 di Bursa Malaysia naik tipis 0,9% ke level 2.467 ringgit per ton.

Sepanjang tahun ini, harga CPO pernah menyentuh level terendahnya di level 1.957 per ton pada 6 Mei 2020.

Sebelumnya, analis PT Capital Futures Wahyu Laksono mengatakan bahwa harga CPO akan sulit untuk menembus level resisten kuat di 2.600 ringgit per ton. Walaupun, setiap penurunan harga ke level terendah pasti akan memancing harga untuk rebound.

Dia pun mengatakan level 2.400 ringgit per ton akan menjadi level konsolidasi bagi harga CPO saat ini.

“Range tahun ini masih belum jauh di sekitar 2.000 ringgit per ton sampai dengan 2.600 ringgit per ton. Bahkan masih ada kemungkinan di bawah 2.000 ringgit,” katanya kepada Bisnis belum lama ini.

Adapun sentimen pelonggaran karantina wilayah di berbagai negara akan memberikan harapan pasar terhadap membaiknya permintaan. Selain itu, membaiknya hubungan dagang antara Malaysia dan India diperkirakan dapat mengerek permintaan.

KATALIS POSITIF

Sementara itu, analis PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia Andy Wibowo Gunawan mengatakan bahwa proyeksi meningkatnya data ekspor CPO Malaysia untuk periode 1-25 Juni 2020 yang akan rilis pekan ini bisa menjadi katalis positif bagi harga.

Untuk diketahui, pada periode 1-10 Juni 2020 ekspor CPO Malaysia berhasil naik 63,8% menjadi 580.096 ton dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebesar 354.090 ton.

“Perkiraan naiknya data ekspor itu akan menjadi sentimen positif bagi harga CPO global untuk pekan ini,” tulis Andy seperti dikutip dari publikasi risetnya, Selasa (23/6).

Di sisi lain, Andy mencatat konsumsi biofuel berbasis CPO dari dalam negeri hampir mencapai 8 miliar liter setelah pemerintah mengalokasikan anggaran untuk memberikan insentif agar dapat mempertahankan program mandat B30.

Adapun, kebijakan B30 adalah mandat untuk mewajibkan pencampuran 30% biodiesel dengan 70% bahan bakar minyak jenis solar.

Namun, angka konsumsi itu sesungguhnya lebih rendah daripada target awal sebesar 9,4 miliar liter. Dengan demikian, sentimen itu pun dapat menjadi katalis negatif bagi harga CPO pada pekan ini.

Pemerintah pun saat ini tengah mendorong penerapan kebijakan itu untuk menyikapi tantangan penurunan ekspor CPO seiring dengan tekanan akibat pandemi Covid-19.

Pada Januari-April 2020, kontribusi ekspor CPO dan produk turunannya mencapai 12,4% dari total ekspor nonmigas Indonesia dengan nilai mencapai US$6,3 miliar.

Tercatat, kinerja ekspor Indonesia di pasar utama seperti China dan Belanda mengalami penurunan. Ekspor sawit ke China secara volume turun 54,3% yoy menjadi 879.000 ton dan secara nilai turun 48,5% yoy menjadi US$497,4 juta.

Begitu pula ekspor minyak sawit ke Belanda yang volumenya turun 27,9% yoy menjadi 895.400 ton dan nilainya turun 9,3% yoy menjadi US$348,3 juta.

Namun, kinerja ekspor sawit Indonesia di pasar India masih menunjukkan peningkatan baik secara nilai maupun volume. Volume ekspor sawit ke India meningkat 11,2% yoy menjadi 1,64 juta ton dan nilainya tumbuh 55,3% yoy menjadi US$1,09 miliar,

CPO Rebound Sesaat?

Harga minyak sawit mentah atau CPO berhasil menguat dalam enam minggu terakhir. Pada perdagangan Selasa (23/6) harga CPO berjangka untuk kontrak September 2020 di bursa Malaysia naik tipis 0,9% ke level 2.467 ringgit per ton. Sepanjang tahun ini, harga CPO pernah menyentuh level terendahnya di level 1.957 per ton pada 6 Mei 2020. Dengan banyaknya sentimen negatif, apakah rebound kali ini hanya sesaat?

 

Sumber: Bisnis Indonesia