World Wide Fund for Nature (WWF) Indonesia, NGO lingkungan hidup dan konservasi, menolak kebijakan diskriminasi sawit di Uni Eropa terutama berkaitan penghapusan pemakaian sawit sebagai bahan baku biodiesel pada 2021. Kebijakan ini bukanlah solusi tepat karena menimbulkan masalah baru seperti hilangnya insentif bagi produk minyak sawit bersertifikat.

“Jadi, kami melihat UE ada perlakuan diskriminatif kepada palm oil. Wajar saja Indonesia marah,” kata Aditya Bayunanda, Director Policy, Sustainability, and Transformation WWF Indonesia, saat jumpa pers ICOPE 2018, Jumat (13 April 2018).

Aditya menjelaskan lebih lanjut bahwa penggunaan minyak sawit dan komoditas lain sebagai bahan baku biofuel dimulai dari kebijakan EU Directive pada 2009. Kebijakan diambil sebagai komitmen Uni Eropa menurunkan target emisi mereka sampai 20 prsen melalui pengurangan minyal fosil beralih kepada biofuel berbasis minyak nabati seperti sawit dan kedelai (soya).

Dalam perjalanannya, kata Aditya, muncul studi pemakaian biofuel malahan meningkatkan emisi karbon karena pembukaan lahan untuk perkebunan sawit dan kedelai. Persoalannya resolusi parlemen Uni Eropa menjadi tidak fair karena menghapus biofuel dari sawit. “Perlakuan serupa tidak diterapkan kepada kedelai yang deforestasinya lebih besar. Jika diberlakukan, maka tidak ada diskriminasi kepada palm oil,” jelasnya.

“Palm oil sangat penting untuk menekan kemiskinan. Sebenarnya, sawit ini bukanlah ancaman hutan asalkan tidak ditanam di luar kawasan taman nasional dan hutan lindung,” ujar Aditya.

Seharusnya, kata Aditya, Uni Eropa bisa bersikap adil dengan mengijinkan CPO bersertifikat dan berstandar baik untuk masuk ke Eropa. Mengingat, sudah banyak perusahaan yang punya standar baik dan mendorong pelestarian lingkungan agar industri berkelanjutan.

Aditya mengkhawatirkan kalau minyak sawit dihapuskan Uni Eropa akibatnya tidak ada lagi insentif untuk minyak sawit bersertifikat. Seharusnya, ada relaksasi bagi minyak sawit bersertifikat supaya dapat diterima Uni Eropa menjadi bahan baku biofuel.

“Dengan adanya penghapusan minyak sawit, tidak ada yang insentif lagi. Wajar, kalau Indonesia marah atas perlakuan diskriminatif tadi,” tegasnya.

Aditya menuturkan Indonesia tidak bisa lepas dari palm oil untuk itu bagaimana menjadikan sawit lebih sustainable ke depannya. “Pelarangan sawit bukan solusi terbaik,” ungkapnya.

Sebelumnya, Wapres Jusuf Kalla mendesak Uni Eropa supaya menghentikan diskriminasi terhadap produk sawit Indonesia. Kalau tidak, Indonesia akan stop beli pesawat Airbus.

 

Sumber: Sawitindonesia.com