JAKARTA – Komisi IV DPR RI meminta pemerintah memasukkan kelapa sawit dalam perundingan Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Indonesia dan Uni Eropa (Indonesia European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement/ IEU-CEPA). Jika tidak ada pembahasan sawit maka hendaknya tidak perlu ada IEU-CEPA.
Wakil Ketua Komisi IV DPR Hasan Aminuddin mengatakan, sawit merupakan komoditas strategis dan penopang perekonomian nasional. Komoditas tersebut juga telah terbukti menyumbangkan devisa negara hingga ratusan triliun rupiah, belasan juta rakyat Indonesia juga menggantungkan hidupnya kepada komoditas itu. “Sawit merupakan berkah bagi bangsa Indonesia. Untuk itu, pemerintah harus memperjuangkan kelapa sawit dalam semua pembahasan perdagangan dengan negara lain, termasuk dengan Uni Eropa (UE),” ujar dia.
Hasan menjelasakan, sawit juga berperan besar terhadap pembangunan daerah. Banyak daerah di luar Pulau Jawa yang perekonomiannya menggeliat karena adanya perkebunan kelapa sawit. Komoditas itu juga banyak menyerap tenaga kerja berpendidikan rendah. Karena itu, pemerintah harus memperjuangan kelapa sawit dalam berbagai forum internasional. “Termasuk di antaranya pada lanjutan perundingan IEU-CEPA,” kata Hasan yang merupakan legislator dari Dapil Jatim II tersebut.
Karena itu, Hasan mendukung langkah yang ditempuh Menteri Luar Negeri Retno Marsudi yang tetap akan menjadikan sektor sawit sebagai pembahasan prioritas dalam negosiasi IEU-CEPA. “Karena hal tersebut sejalan dengan misi Presiden Joko Widodo untuk mengembangkan dan melindungi industri sawit,” ungkap dia di sela rapat dengar pendapat (RDP) Komisi IV DPR dengan Ditjen Perkebunan Kementan dan Gabungan Pengusaha Kelapa sawit Indonesia (Gapki) di Jakarta, kemarin.
Daniel Johan, Wakil Ketua Komisi IV DPR lainnya, mengatakan, pemerintah harus tegas mengatakan kepada UE bahwa perundingan IEU-CEPA bisa dilanjutkan dengan syarat menyertakan komoditas kelapa sawit dalam perundingan tersebut. Pemerintah harus fight membela komoditas strategis nasional tersebut, jangan sampai ada pengkhianat di dalam negeri terkait sawit. “Karena itu, pemerintah agar tetap memperjuangkan sawit dalam lanjutan perundingan IEU-CEPA. Pemerintah harus berjuang agar sawit masuk dalam bagian pembahasan perundungan IEU-CEPA. No sawit, No CEPA” ujar Daniel yang merupakan legislator asal Kalimantan Barat tersebut.
Dalam kesempatan itu, Daniel juga meminta pemerintah tetap melawan aksi diskriminatif UE terhadap minyak sawit mentah {crude palm oil/CPO) Indonesia. Pasalnya, dalam dokumen internal UE mengenai Delegated Act-RED II yang bocor ke publik, UE mengindikasikan bakal memperlakukan minyak kedelai secara berbeda dengan CPO. UE memasukkan minyak kedelai sebagai produk minyak nabati yang berkategori berkelanjutan bersama minyak biji bunga matahari dan biji rapa yang diproduksi negara-negara UE.
Kebijakan UE memasukkan minyak kedelai sebagai produk yang akses pasarnya dibebaskan di kawasannya disebabkan oleh ketakutan blok negara tersebut mendapatkan retaliasi dari AS. Pasalnya, AS adalah salah satu produsen minyak kedelai yang dipasok ke UE. “Kami, Parlemen Indonesia juga meminta Parlemen Eropa melihat secara objektif bahwa secara produktivitas sawit lebih produktif jika dibadingkan dengan bunga matahari (sunflower) maupun biji rapa (rapeseed),” kata Daniel.
Karena lebih produktif, kata Daniel, lahan yang digunakan sawit lebih efisien daripada tanaman bunga matahari dan biji rapa yang ditanam petani di Eropa.
Sumber: Investor Daily Indonesia