JAKARTA – Pengusaha yang tergabung dalam Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) menyarankan pemerintah untuk mencabut kebijakan domestic market obligation (DMO) sawit. Alasannya karena kebijakan DMO untuk pengusaha sawit merupakan diskriminasi dan hanya cocok untuk komoditas batu bara.

“Kalau kami dari asosiasi itu tidak begitu setuju dengan DMO, kenapa? Karena kompleks, beda dengan batu bara. Batu bara DMO memang bisa tepat karena pemain lokal cuma satu, PLN jadi gampang di trace, kalau sawit pemainnya 100 gitu, gimana DMO bisa,” kata Direktur Eksekutif GIMNI Sahat Sinaga di Kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, Jumat 11 November.

Sahat menilai kebijakan DMO untuk pengusaha sawit merupakan diskriminasi. Kata dia, hanya pemain-pemain besar yang menikmati keuntungan DMO, tidak untuk pengusaha kecil.

Karena itu, kata Sahat, pihaknya menyarankan agar kebijakan DMO dicabut. Menurut dia, pemerintah bisa menggantinya dengan insentif berupa bantuan langsung tunai (BLT) atau sejenisnya.

“DMO bagi kami adalah diskriminasi. Kenapa? Karena hanya pengusaha expert yang bisa menikmati DMO. Pengusaha lokal yang kecil-kecil gak bisa menikmati. Maka kami sarankan totally dicabut dan diganti dengan insentif BLT lah, insentif scheme,” tuturnya.

Menurut Sahat, insentif bisa diberikan melalui pungutan ekspor yang dilakukan oleh Badan Pengelolaan Dana Kelapa Sawit (BPDKS). Kata Sahat, kebijakan ini jauh lebih mudah.

“Bukan dari pemerintah diperlukan, tapi diambil dari pajak ekspor. Yang diambil oleh BPDP itu lebih mudah. Satu lagi karena harga luar negeri selalu lebih tinggi dengan harga untuk minyak goreng disampaikan ke luar negeri, sebaiknya distribusinya ditangani oleh pemerintah bukan swasta,” ucapnya.

Sahat juga sempat menyinggung pernyataan Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Zulhas). Kata Sahat, Zulhas pernah menyampaikan kebijakan DMO harus diganti. Menurut Sahat, Zulhas sudah mengetahui permasalahannya.

“Padahal Pak Zulkifli setelah seminggu atau 10 hari setelah menjabat, DMO harus digantikan. Karena dia sudah tahu masalahnya. Sekarang persoalannya siapa yang berkepentingan di DMO. Kita ga tau. Tapi secara prakteknya DMO sawit itu lebih complicated karena pemainnya banyak,” tuturnya.