Liputan6.com, Jakarta – Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Teten Masduki memastikan bahwa minyak makan merah layak konsumsi. Hal ini setelah Kementerian Koperasi dan UKM (KemenkopUKM) telah menerima Standarisasi Nasional Indonesia (SNI) minyak makan merah oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN) dengan Nomor SNI 9098 tahun 2022.
Teten melanjutkan, minyak makan merah memiliki keunggulan karena harga yang murah jika dibandingkan dengan minyak masak lainnya seperti minyak sawit, minyak kelapa dan minyak bunga matahari.
Selain itu, minyak makan merah yang akan diproduksi Indonesia ini telah teruji lebih sehat dibanding minyak makan merah yang diproduksi Malaysia.
“Bahkan dengan teknologi yang dikembangkan untuk minyak makan merah ini teruji lebih sehat dari minyak sawit merah yang beredar di Malaysia,” ujar Teten kepada Merdeka.com, Selasa (18/10/2022).
Teten menuturkan, uji kelayakan minyak makan merah produksi Indonesia telah dilakukan oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS).
Dari hasil uji tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa minyak makan merah lebih sehat dari minyak makan komersil karena mempertahankan fito-nutrient seperti Vitamin A, Vitamim E dan Squalene, serta dapat mengatasi gizi buruk atau stunting pada anak.
Lagi pula, imbuh Teten, faktor penyebab harga minyak makan merah menjadi kompetitif karena dikelola oleh koperasi secara closed loop economy system, terintegrasi dalam satu ekosistem.
“Sehingga jarak antara kebun, pabrik CPO dan pabrik minyak makan merah lebih berdekatan dan mengakibatkan pengelolaan yang lebih efisien,” jelasnya.
“Teknologi khusus yang telah dikembangkan oleh PPKS, dengan teknologi yang sederhana tetapi kualitas produk atau fito-nutrien yang terjaga,” sambung Teten Masduki.
Pengusaha Sawit Bilang Lebih Mahal
Dikonfirmasi secara terpisah, Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Goreng Nabati Indonesia (GIMNI), Sahat M Sinaga mengatakan produksi harga minyak makan merah atau dikenal dengan minyak merah, lebih mahal dibandingkan minyak goreng biasa. Hal ini dikarenakan nutrisi alami pada minyak merah tetap utuh.
Sahat mengatakan, saat masih berada di satu perusahaan nasional, pernah memproduksi minyak merah pada 1997. Namun, krisis moneter pada 1998 menyebabkan masyarakat tak ada lagi ada yang membeli minyak goreng bervitamin karena harga tinggi. Produksi pun berhenti.
“Saat itu kami menggunakan teknologi yang mahal, molecular distillation, untuk dapat menjaga vitamin alaminya tetap berada di dalam minyak sawitnya,” ujar Sahat kepada merdeka.com, pada 13 Oktober 202.
Pada 1997, saat perusahaan tempat Sahat bekerja masih memproduksi minyak merah, tim juga melakukan penelitian pasar dan pola penggorengan yang dikerjakan oleh Institut Pertanian Bogor.
Hasil dari penelitian menunjukan, nutrisi alami yang ada di minyak, bila dipanaskan di atas 120 derajat celcius untuk menggoreng, hanya sedikit yang masuk ke dalam makanan atau gorengan.
“Kebanyakannya nutrisi alami itu menguap ke udara,” ungkapnya.
SNI Rampung, Menteri Teten Tegaskan Minyak Makan Merah Layak Konsumsi
Sebelumnya, Kementerian Koperasi dan UKM (KemenkopUKM) telah menerima Standarisasi Nasional Indonesia (SNI) minyak makan merah oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN) dengan Nomor SNI 9098 tahun 2022. Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki menyebut ini jadi kepastian keamanan konsumsi dari minyak makan merah.
Menteri Teten menuturkan setelah adanya SNI ini maka tidak ada lagi keraguan dari kelayakan konsumsi minyak makan merah.
“Jadi kalau SNI sudah keluar, ini jadi jangan ada lagi yang masih meragukan apakah minyak makan merah ini layak untuk dikonsumsi,” katanya di Kantor Kementerian Koperasi dan UKM, Selasa (4/10/2022).
“Ini jadi kita sudah lengkap semuanya, ini InsyaAllah nanti akan untuk kita mulai ground breaking nanti mungkin di minggu ketiga atau keempat oktober, nanti produksi diharapkan bisa bulan Januari untuk yang tiga piloting.” tambahnya.
Pada kesempatan yang sama, Kepala BSN, Kukuh S. Achmad mengatakan kalau ini sebagai tindak lanjut dari perintah Presiden Joko Widodo.
“Hari ini saya melaporkan tugas dari presiden yang diberikan kepada BSN diantaranya melalui Pak Menteri Teten untuk menyusun SNI minyak makan merah, hari ini sudah menyerahkan standar nasional Indonesia untuk minyak makan merah” Ujar
Tujuan ditetapkannya SNI ini adalah sebagai acuan pelaku usaha yang menjadi program nasional, ini akan diberikan ke koperasi terutama koperasi petani sawit sehingga mereka dapat memproduksi minyak makan merah sesuai standar.
“Kenapa perlu? Karena didalam SNI ini ada persyaratan mutu minyak makan merah yang aman, kemudian yang bergizi yang sehat dan bermutu, jadi parameter- parameter itu kemudian dituangkan didalam SNI minyak makan merah ini.” kata Kukuh.
Parameter Keamanan
Kukuh mengatakan, SNI ini diperlukan sebagai parameter keamanan minyak makan merah yang sehat dan bermutu.
Untuk memastikan produk sesuai standar, tentunya minyak makan merah ini tidak cukup hanya SNI saja, namun perlu adanya sertifikasi.
“Karena ini ketika diterapkan oleh koperasi, pelaku usaha, tentu dengan pembinaan oleh pemerintah, pembuktian bahwa produk itu sudah sesuai standar perlu ada proses umumnya disebut sertifikasi.”